Bullying Is Not Joke: Pemicu Luka Psikologi Yang Tak Terlihat

30 September 2024

Bullying, satu kata yang paling sering didengar mulai dari jenjang SD hingga perguruan Tinggi. Sebenarnya apa itu  bullying, kenapa ia sangat tenar dikalangan pelajar hingga pekerja. Bullying dalam bahasa Indonesia memiliki arti perundungan. Menurut KBBI rundung atau merundung ialah tindakan mengganggu; mengusik terus-menerus; menyusahkan orang lain. Menurut UNICEF, bullying memiliki arti pola perilaku, bukan insiden yang terjadi sekali-kali. Bullying juga dapat diidentifikasi melalui  tiga karakter, yaitu: disengaja (untuk menyakiti), terjadi secara berulang-ulang, dan ada perbedaan kekuasaan. 

 

Sumber: https://www.bola.com/ragam/read/5530998/pengertian-apa-itu-cyberbullying-ketahui-ciri-ciri-penyebab-dampak-dan-cara-menghindarinya

 

Bullying tidak hanya terjadi terhadap perempuan atau anak-anak, laki-laki dan orang dewasa pun memiliki potensi mengalaminya. Dilansir dalam situs bankdata.kpai.go.id/,  data klaster Pemenuhan Hak Anak (PHA) sebanyak 1237 dan 563 klaster Perlindungan Khusus Anak(PKA). Dari dua klaster tersebut, kasus tertinggi terjadi di lingkungan keluarga dan pengasuhan, yaitu sebanyak 58,7%. Kasus anak korban kejahatan seksual mencapai 14,0%, sedangkan kasus di lingkungan pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya sebesar 7,9%. Di posisi keempat, terdapat kasus anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis, sebesar 7,8. Persentase sebaran kasus tertinggi berada di Pulau Jawa yang itu Provinsi Jawa Barat dengan 22,8% dan Provinsi DKI Jakarta yaitu 22,6% 1.

Menurut data UNICEF tahun 2018, 2 dari 3 anak perempuan atau laki-laki berusia 13-17 tahun pernah mengalami setidaknya satu jenis kekerasan sepanjang hidup mereka. Selain itu, 3 dari 4 remaja yang pernah mengalami kekerasan seksual melaporkan bahwa pelakunya adalah teman sebaya mereka. 

Dikutip dari jateng.bps.go.id, sepanjang tahun 2022-2023 jumlah anak (usia 0-18 tahun) korban kekerasan per kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tercatat sebanyak 1.224 kasus pada 2022 dan 1.327 kasus pada 2023, dengan jumlah tertinggi di Kota Semarang, yaitu 158 kasus pada 2022 dan 115 kasus pada 2023 2

Kanal berita di Kota Semarang akhir-akhir ini diwarnai oleh beberapa kasus bullying, di antaranya seorang siswa SD di Kecamatan Tembalang yang dibully oleh remaja SMP, hingga dugaan bullying yang dialami oleh salah satu mahasiswa PPDS UNDIP di RS Dr. Kariadi. Kasus-kasus ini menjadi bukti bahwa bullying tidak memandang usia dan tingkat pendidikan—siapapun bisa menjadi korban. Keprihatinan tidak hanya muncul di kalangan masyarakat, tetapi juga mendapatkan perhatian serius dari pihak penyelenggara pendidikan. Beberapa pihak mendesak agar tindakan tegas diambil untuk mencegah kejadian serupa, sementara lembaga pendidikan mulai meninjau ulang kebijakan mereka dalam menangani isu bullying, termasuk memberikan pendampingan kepada korban dan mengedukasi pelaku serta masyarakat di lingkungan sekitar tentang bahaya bullying

Perlu diingat, bullying bukanlah hal sepele. Tindakan yang terjadi tidak hanya berupa kekerasan fisik, tetapi juga segala tindakan yang bertujuan menyakiti, baik secara fisik maupun verbal, yang dilakukan secara berulang. Penindasan adalah pola perilaku yang tidak pernah bisa dibenarkan, dan insiden tersebut bukan disebabkan oleh korban. Pelaku biasanya merasa memiliki status sosial atau kekuasaan yang lebih tinggi. Sementara itu, korban yang memiliki risiko tinggi untuk ditindas umumnya berasal dari kelas ekonomi bawah, penyandang disabilitas, atau mereka yang dianggap memiliki penampilan yang ‘tidak sempurna’. 

Tindakan bullying dapat menyebabkan luka fisik maupun batin. Luka fisik mungkin tampak jelas, namun bagaimana dengan luka batin? Korban yang mengalami luka batin dapat menghadapi masalah kesehatan emosional atau mental, seperti depresi dan kecemasan. Beberapa korban bahkan mencari pelarian melalui penggunaan zat terlarang atau, dalam kasus yang lebih ekstrem, bunuh diri. Menurut Kompas.id, 'Sepanjang Januari-September 2023, berdasarkan catatan KPAI, terjadi 10 kasus bunuh diri anak, meningkat 10% dibandingkan tahun sebelumnya, dan 60% diantaranya merupakan korban bullying 3.

 

Sumber: https://www.rsmardirahayu.com/bullying-dalam-perspektif-psikologi/

 

Selain bullying di dunia nyata, dengan perkembangan teknologi saat ini, bullying juga bisa terjadi di dunia maya, yang dikenal sebagai cyberbullying. Cyberbullying adalah bentuk bullying yang menggunakan teknologi digital. Ini bisa terjadi melalui pesan teks (WhatsApp, Line, Telegram, dll.), game, atau media sosial (Instagram, Facebook, X, dll.). Tindakan berulang ini ditujukan untuk menakut-nakuti, membuat marah, atau mempermalukan individu atau kelompok yang menjadi sasaran. Contohnya meliputi penyebaran ujaran kebencian, pengiriman pesan teks atau spam yang berisi ancaman, mengucilkan saat bermain game, membajak akun, hingga membuat akun palsu untuk menindas korban dengan identitas yang disamarkan. Ini hanyalah beberapa contoh, masih banyak bentuk lain dari bullying di dunia maya. 

Bullying atau cyberbullying bukan sekadar permainan, melainkan tindakan yang sangat serius dan bisa berakibat fatal. Korban dapat mengalami dampak yang parah, mulai dari dirawat di rumah sakit, mendapatkan bantuan psikolog, hingga bunuh diri. Beberapa orang mungkin masih menganggap ini sebagai hal yang sepele, namun jika dibiarkan terus-menerus, dapat menimbulkan banyak korban. Penting untuk mempertimbangkan efek negatif dan positif dari setiap tindakan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Siapapun yang mengalami bullying berhak untuk membicarakan dan melaporkannya. Pelaku harus mendapatkan sanksi tegas untuk memberikan efek jera, yang bisa berupa pengucilan atau hukuman penjara. Korban memiliki hak untuk didengarkan, didampingi, dan mendapatkan perawatan dari lembaga yang relevan serta lingkungan sosialnya. 

Di Fakultas Teknik Universitas Diponegoro telah ada “Ruang Bicara” dimana Mahasiswa dapat melakukan pengaduan terhadap bullying yang pernah atau sedang mereka hadapi. Berdasarkan SOP Konseling Mahasiswa dari Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, terdapat beberapa prosedur pelaporan, yaitu: 

  1. Pelapor mengadukan kasus melalui:
    - OA Line Ruang Bicara (RB) BEM Fakultas Teknik

    - E-Form Pelaporan di website Fakultas Teknik 
  2. Jika pelapor menggunakan E-Form, staff Ruang Bicara akan menghubungi pelapor dalam waktu 2 x 24 jam dan mengisi E-Form Ringkasan Kasus setelah berkomunikasi dengan pelapor, yang dapat berupa saksi atau korban.
  3. Jika kasus terindikasi sebagai kekerasan seksual, BKM FT akan menyusun Laporan Tindakan Kekerasan Seksual dan mengirimkannya ke Satgas PPKS Universitas dalam waktu 2 x 24 jam. Jika tidak ada indikasi kekerasan seksual, staff Ruang Bicara akan menawarkan layanan konseling kepada korban.
  4. Jika korban menyetujui, Ruang Bicara akan membantu korban memilih konselor dan mengatur jadwal konseling. Sesi konseling pertama akan dilakukan dalam waktu 7 x 24 jam. Setelah sesi konseling, konselor akan membuat Ringkasan Konseling dan melakukan evaluasi apakah korban memerlukan konseling lanjutan.
  5. Jika pertemuan konseling dilakukan lebih dari tiga kali, konselor akan membuat Laporan Rujukan Konseling Lanjutan agar korban dirujuk ke psikolog. Laporan tersebut akan diteruskan ke BKM Universitas, menandakan bahwa penanganan di Tingkat Fakultas telah selesai.

Dengan adanya Ruang Bicara, diharapkan Mahasiswa bisa lebih mudah dan berani untuk melaporkan kekerasan seksual, bullying, maupun masalah mental health yang sedang atau pernah mereka hadapi.

 


Bidang Kesejahteraan Mahasiswa (KESMA)

BEM FT UNDIP 2025

Related Articles

30 December 2024 by Admin

Peringkat 2 SCOTIA 2024, HELIOQUEST Jaya!

25 December 2024 by Admin

FT DATABASE CENTER

23 December 2024 by Admin

Tim Geodesi Undip Raih Juara 1 MAPID Project Competition 2024

Tentang Kami

Website ini dikelola oleh 
Unit Kantor Media Informasi 
BEM FT UNDIP 2025

Sosial Media

Kontak

bemft@student.undip.ac.id

BEM FT UNDIP 2025

Satu Langkah Bersama, Ciptakan Karya Nyata